W E L C O ME TO H E R R Y B L O G

Sabtu, 06 Maret 2010

Cerita dari Kabupaten Ngada

WATU RERE
kisah dari So'a-Flores (Kab. Ngada)
Watu Rere adalah seorang perempuan. Waktu itu semua nona-nona di alam kampung berkumpul untuk pergi bekerja berkelompok. Dalam kelompok itu (untuk) bekerja kebun, mereka setuju : "Kalau orang lain pergi bekerja kebun, bekerja sewa, kita membawa nasi sayur".
Demikian juga kalau bekerja bergiliran (dengan) teman baik.
Waktu mereka akan bekerja untuk upah, mereka selalu membawa nasi, sayur dan santan kelapa.
Tetapi kalau bekerja sewa untuk Watu Rere, dia hanya membawa nasi jali dan sayur jelek.
Ketika si Watu Rere minta kepada mama dan bapak, kakak dan adik, maka mama dan bapak hanya memandang saja.
Apabila hasil oanenan berlimpah ruah, lalu dihantar dan disimpan di dalam rumah, maka segenap keluarga akan menikmati. Kalau dia memanggil (kelompok itu) untuk pergi ke kebun, si Watu Rere selalu hanya membawa makanan yang sama seperti setiap kali (yaitu) nasi jali dan sayur jelek.
Teman-temannya tidak marah," Sudahlah, teman bawa saja nasi jali yang baik, asal jangan mabuk."
Tetapi Watu Rere sangat susah hati.
"Apabila teman-teman membawa nasi beras dan sayur santan kelapa (biar) saya menarik diri saja".
Karena malu (karena) mama dan bapak tidak memberi (makanan yang baik" ia lalu meratap.

Watu Rere, Watu Rere
tanya mama, tanya bapak
tanya kakak, tanya adik
Watu Rere

Watu rere meratap, duduk di atas batu Loka Kedhu di sebelah atas. Biar teman-temannya menegur "O teman, jangan meratap, teman! Bawa nasi yang begitu, tidak apa-apa toh?" tetapi si Watu rere meratap terus saja.
Pada haru yang keenam, datanglah seorang laki-laki bernama Rere Wula, dia bertanya, "Kau menangisi apa?" Watu Rere menjawab "Saya ini menangis karena mama - bapak menolak saya, mengusir saya."
Katakan, bagaimana saya mau minta nasi untuk pergi kerja berkelompok dengan teman-teman. Mereka tidak memberi. Sekarang saya malu, saya menangis.
Pria itu menjawab, "Baiklah!" Sesudah itu laki-laki itu menghilang saja. Dia (Watu Rere) berbicara dalam dirinya, "Pemuda langit bernama Rere Wula"
Si Watu Rere terus saja merapat tetapi batu itu makin naik ke atas. Biar teman-temannya mengatakan: "Jangan, teman, kembali saja," tetapi dia tidak mau.
Sesampai di langit, tiba-tiba pintu rumah terbuka. Semua bapak mertua, mama mertua menyalami Watu Rere.
"O, selamat pagi anak mantu, semuanya menyenangkan sekali".
Rere Wula sudah lebih dulu tiba. Waktu sudah seminggu, orang dari sini mengantar (Watu Lele) sampai ke langit. Semua orang di atas langit, mama, bapakmeretuanya, lalu menyiapkan belis, demuanya genanp. Kerbau, rantai emas, kambing dan domba, anjing, ayam dan kuda.
Sesudah itu Watu Rere bersama suaminya Rere Wula meluai turun mengantar belis.
Pintu langit terbuka, pada batu tadi akan terkumpul semua kerbau dan belis untuk datang mengantar kepada bapak dan saudara-saudaranya di bawah di bumi.
Sesudah itu Watu Rere bersama suaminya Rere Wula mulai turun mengantar belis.
Pintu langit terbuka (pada) batu tadi akan terkumpul semua kerbau (dan) belis (untuk) datang mengantarnya kepada bapak dan saudara-saudaranya di bawah bumi.
Setelah itu bapak dan saudara-saudaranya memberi "me'a".
Mulai makan-minum habis dulu (hewan) yang dibunuh tadi, lalu mengenakan (Watu Re'e itu) dengan macam-macam kain adat.
Mereka pulang kembali lewat watu itu, terus pulang lagi ke kampungnya di langit setelah mengantar belis.
Cerita ini dari orang Seso. Wate Re'e adalah gadis Seso. Pemuda langit namanya Rere Wula.
Sejak saat itu hingga sekarang kerbau dan kuda mulai berkembang di So'a.

6 komentar:

  1. Sd baik. Tapi penggunaan kalimatnya jadi aneh.

    BalasHapus
  2. Penggunaan bahasax masih kurang tepat

    BalasHapus
  3. Selamat siang ade. Cerita ini om guru pakai untuk cerita pembelajaran ya.

    BalasHapus
  4. Bahasanya bikin pusing orang yang baca..

    BalasHapus
  5. Sebuah ceritera rakyat yang amat bagus. Sayangnya penceritaannya sangat leterlek dan kaku, dg terjemahan dr bahasa daerah setempat. Kalo bisa gunakanlah bahasa Indonesia yg baik dan benar sesuai kaidah bahasa yg berlaku. Atau lebih baik, berceritalah dg menggunakan bahasa Indonesia populer agar lebih menarik. @Bravo utk penceritanya.

    BalasHapus